Ini adalah
sepenggal kisah tentang dua orang putri. Satu bernama Putri Kuning, atau yang
sering dipanggil Pahlawan Ceria. Sebutan ini tak lain karena keceriaan yang
melekat kuat pada dirinya. Seperti kulit dan daging, Pahlawan Ceria mewarisi
sifat asli raja-raja Kerajaan Kuning yang mempersona dengan citra ceria. Sedang
yang satu lagi sering disebut Pahlawan Cerita, dialah seorang putri dari
Kerajaan Jingga. Putri Jingga gemar sekali bercerita, bahkan tangisan yang
dikeluarkannya saat pernama menghirup hawa bumi nyaris seperti sebuah intro
nada. Mengawali setiap cerita yang kelak menemani langkah kakinya. Pahlawan
Cerita senantiasa membagikan cerita-cerita kebaikan setiap kesempatan menyapa.
Tak hanya anak-anak, remaja, ibu-bapak, sampai orang tua pun sangat menyenangi
cerita-cerita Putri Jingga. Mengesankan, Putri Jingga bahkan bisa mengobati
penyakit hanya dengan memainkan metafora-metafora kata dalam ceritanya.
Isak tangis
Peri Hijau di belahan tropis bumi melahirkan semacam pertemuan kecil antara
Putri Jingga dan Putri Kuning. Mereka harus melakukan sesuatu, tidak boleh ada
satu kesedihan pun di muka bumi!
“Wahai, Peri
Hijau, mengapa kau menangis?”
“Aku sedih
karena tubuh hijauku mulai memudar, aku mulai menguning dan akan jatuh dari
pohon ini. Sekarang bumi tak lagi sepermai dulu, karbondioksida di udara ini
begitu banyak. Itu membuat oksigen yang kuhasilkan justru tak maksimal, Putri.
Dan kini, satu demi satu daun gugur sebelum waktunya. Aku takut, Putri, aku
takut terjatuh dari tangkaiku.”
Pahlawan Ceria
tersenyum tulus. Melihatnya, Peri Hijau merasa damai seketika. Sebuah senyuman
yang berasal dari hati itu begitu mendamaikan. Sangat pantas disejajarkan
dengan setangkai sedekah berkuntum berkah.
“Kadang, kita
hanya perlu menguatkan diri sendiri agar bisa sedikit menguatkan orang lain.”
kata Putri Kuning masih dengan senyum terbaiknya.
“Putri, entah
kenapa setelah melihat senyumanmu aku merasa begitu damai.”
Putri Kuning
kembali tersenyum. “Karena senyuman menandakan kekuatan, Peri. Dan terkadang,
tanpa kita sadari, yang diperlukan orang-orang bermasalah itu bukan sekadar
bantuan fisik. Melainkan juga senyuman dan sikap kuat saudara-saudaranya.
Bersemangatlah!”
Peri Hijau
mulai menyeka air matanya.
“Peri Hijau,
maukah kau mendengar sepenggal kisah tentang musim gugur?” ujar Putri Jingga
lembut.
“Gugur? Adakah
musim seperti itu, Putri? Menyeramkan sekali.”
“Musim gugur
sering dilambangkan sebagai penentram jiwa yang gundah.”
“Oh, ya?
Bagaimana ceritanya, Putri. Lekas ceritakan padaku!”
“Musim gugur
adalah musim yang istimewa, pada musim itu cuaca seakan gelap dan dunia
dipenuhi warna merah dan jingga. Tumbuhan berubah menjadi layu dan rontok,
hewan-hewan melakukan persiapan untuk kembali ke sarang. Banyak orang
menantikan kedatangan musim ini, keindahan musim gugur adalah salah satu seni
terbaik Sang Penguasa Langit dan Bumi.”
“Ah,
sepertinya aku tahu. Bukankah itu cerita
dari Negeri Lintang 24, Putri?”
“Negeri
Lintang 24?”
“Ya, sebuah
bagian bumi yang terletak di antara 231/2o
lintang utara atau selatan. Para sesepuh peri pernah menceritakannya, kami
menyebutnya Negeri Lintang 24. Di sana ada 4 musim yang datang
berganti-gantian, bukan, Putri?”
Putri Kuning
tersenyum. “Benar sekali, Peri. Di sana ada banyak sekali wajah-wajah
keceriaan, seceria nuansa merah dan jingga.”
“Warna-warni
musim daun di musim gugur adalah bukti kekuatan dedaunan yang mempersiapkan
diri menghadapi musim dingin. Pada musim gugur, hari menjadi lebih singkat dan
dedaunan mulai menghentikan sediaan air dan nutrisi ke tubuh mereka untuk
penghematan.”
“Ya, aku
ingat. Itu adalah musim ketika klorofil, zat hijau kami, terurai. Dan pigmen
kuning dan merah menjadi menonjol!”
Putri Jingga
mengangguk mantap. “Dan tahukah kau, Peri, betapa bahagianya para daun yang
jatuh ke bumi?”
Peri Hijau
mengangguk.
“Peri, di
dunia ini tidak ada yang sia-sia. Bahkan ketika tiba saatnya kita untuk jatuh.
Kita hanya perlu menerima dan berbahagia!” pekik Putri Ceria.
“Ya, karena
setiap jengkal napas yang kita keluarkan haruslah berujung syukur atas apa yang
telah diberikan Allah swt. Dedaunan yang jatuh ke tanah itu bukan akhir segala.
Melainkan sebuah awal kehidupan baru. Ketika kau jatuh, kelak kau akan bertemu
serangga, jamur, cacing, dan binatang-binatang lain yang membantumu terurai
menjadi humus. Kau tahu apa itu humus?”
“Bahan
penyubur tanah.”
“Tepat! Maka
setiap babak kehidupan memiliki tugas. Daun muda bertugas menghasilkan oksigen
melalui fotosintesis sedangkan daun tua, yang jatuh ke tanah, bertugas
membentuk dirinya sebagai bahan penting penyubur tanah. Begitu indah, bukan?”
Peri Hijau
kini tersenyum lepas. Ia merasakan ada semacam energi positif dalam dirinya
ketika ia tersenyum. Ia mengangguk mantap, ia tidak takut lagi untuk jatuh.
“Terima kasih
Putri Kuning, Sang Pahlawan Ceria dan Putri Jingga, Sang Pahlawan Cerita. Terima
kasih banyak!”
“Tersenyumlah
sebanyak-banyaknya.” kata Putri Kuning, Pahlawan Ceria.
“Bersedekahlah
sebanyak-banyaknya.” kata Putri Jingga, Pahlawan Cerita.
Keduanya
lantas berserikat membentuk derai-derai daun yang saling menyimpul menjadi
sebentuk kupu-kupu. Terbang membawa semangat rasa syukur atas nikmat yang
sedemikian berlipat. Sementara pohon hijau yang ditinggalkannya bersemu merah
karena bias jingga dan kuning yang menutupi kesedihannya, kemudian menghapusnya.
Maka Peri Hijau pun siap membagikan senyumannya.
Maka nikmat Tuhan-Mu yang mana yang kamu dustakan (QS. Ar-Rahman)
0 Response to "Cerita Pahlawan Ceria"
Posting Komentar